Olah Rasa, Olah Logika

Suatu hari yang baik untuk mengawali semuanya dalam kebaikan, maka saya pun ingin mengawali kebaikan itu di hari ini.

Twitter adalah sebuah media yang sungguh sangat dinamis, menurut saya rugi jika ada orang yang sudah mengenal internet begitu baiknya, namun dia tak bergabung di jejaring dunia maya seperti Twitter, bukan sebuah keharusan, namun lebih kepada anjuran, karena di sini pandangan seseorang dapat berubah sedemikian rupa, juga dapat mencari inspirasi baru entah apa pun itu. Tentu saja dengan satu syarat, bahwa mereka hendaknya mem-follow orang-orang yang kompeten, bukan sekedar saling follow antara teman sahaja.

Sebuah pengalaman yang bagus ketika saya hari ini melihat tweet dari Benny Handoko / @benhan, tentang RASA. Berikut saya tuliskan ulang di blog ini tweet-tweet tesebut, supaya ilmu ini tak hanya saya yang memahami dan tahu, namun juga para pembaca pun tahu.

“Rasa… Bagaimana “rasa” mempengaruhi sebagian besar keputusan kita daripada “akal”. Percaya/tidak, “reasoning” jarang digunakan kita dalam menghadapi org per org. Like/dislike (rasa) lebih dominan. Maka yg larut dalam “rasa”, akan sulit mengambil pandangan objektif… Sebagaimana yg akan terjadi malam ini. Big day. Yang membedakan org bijak dg yg tidak adalah kemampuan dlm mendeteksi “rasa”, tidak “tertipu” olehnya, dan tdk terlekat padanya. 

Tentunya “rasa” itu addiktif, karena itu kita melekat, dan ingin terus mengulangnya… Terutama yg menyenangkan. Pleasure. Kita tdk menyadari “kemelekatan”, attachment pada RASA ini krn tdk sadar dg yg terjadi “di dalam”. Biasanya ikut arus RASA saja. Dan seperti org yg terbawa arus, maka ia akan terhanyut dan tenggelam… Demikian juga yg terbawa arus “RASA”. Kehampaan RASA dlm hidup sehari2 juga membuat org2 lari pada “dunia lain”: buku, film, game, football match utk mencari RASA. Mengapa kita lebih mudah menganalisa RASA milik org lain drpd milik sendiri? Mungkin karena kelima indra menghadap keluar semua. Maka untuk menganalisa RASA milik sendiri, mulailah dg menutup Indra. Tutup mulut dan tutup mata. Hindari kontak dg dunia luar. Ketika pertama menutup mata, yg kelihatan adalah gerak pikiran. Setelah pikiran tenang, yg “terlihat” adalah RASA. Lebih halus. Keengganan kita untuk mengenal RASA sendiri ungkapkan Kerapuhan kita sebagai manusia. Menolak bertemu Diri Sendiri! Kesan2 yg tdk menyenangkan kita coba buang dari memory tp tak pernah hilang. Malah membatu jadi benci yg siap meledak satu saat.

Pernah heran kenapa apapun yg kita lakukan terhadap seseorang tidak hapus kebenciannya pada kita? Krn ia tak sadar akan RASA-nya. Juga sebaliknya, apapun hal baik yg dilakukan org yg kita benci tak sanggup sentuh hati kita. Karena ditutupi “kabut RASA”… RASA menghalangi kita untuk bersikap ADIL. Jadi BIAS. Ga percaya? Lihat aja akun2 twitter, dan jujurlah sama BIAS-mu thdpnya. Kita membenci dan menyukai akun twitter (dan orgnya) hanya karena baca tweet, tanpa pernah bertatap muka. Itu karena kesan RASA. Terbawa dg RASA itu memang natural. Yg mengenal dan mampu atasi RASA jadi bijak dan adil. Oleh krn itu Org Bijak itu sedikit. Sementara kebanyakan org larut dalam RASA, larut dlm penderitaan yg mereka ciptakan sendiri, tanpa tau jalan keluarnya.

Org Bijak juga punya RASA. Bedanya adalah Ia mengenalnya, mampu “detached” dan tak larut dalamnya. Krn itu kita kagum sikap mrk. Bukan berarti kita, yg org biasa tak butuh kemampuan mengenal RASA. Sehari2 kan ketemu teman, saudara, anak-istri. Tentu butuh bersikap adil. Yg paling penting mampu mengenal RASA itu jadi langkah pertama keluar dr penderitaan yg diciptakan SENDIRI, dg usaha SENDIRI. Ketika org2 punya masalah dlm hidup, mrk bingung drmn akarnya, kayak benang kusut, tak mampu mengurainya krn tak sadar akan RASA. Mrk pun lari ke org “pinter”, ke org2 tua (yg pengalaman), ke pemuka agama, utk minta nasehat hidup. Tak bs cari solusi sendiri. Pdhl nasehat2 yg diberikan org lain belum tentu tepat sasaran krn bukan subyek yg mengalami sendiri. Hanya krn mrk bs objektif. Berserah diri pada “Tuhan” adalah cara lain utk jalan keluar masalah hidup. Mungkin bisa, krn dlm “ketenangan” kemampuan kenali RASA muncul. Namun, yg terbaik tetap mengenali RASA sendiri sehingga tau sumber masalah. Dan jadi tau solusinya sendiri. Self Reliance.”