Kami bukan Gayus
Setahun lebih kasus Gayus, kami mahasiswa STAN masih dipandang miring oleh sebagian masyarakat. Entah itu sebagian yang kecil maupun besar, bahkan teman-teman SMA kami pun mungkin masih ada yang menganggap begitu. Benar-benar kasus tersebut telah mencoreng almamater kami dan bak spidol permanen di whiteboard yang tak dapat begitu saja dihapus. Sedih sebetulnya jika melihat demikian, tidak semua mahasiswa STAN itu identik dengan Gayus.
Bermula saat saya kembali membaca tulisan di sebuah blog milik kakak tingkat saya di STAN yang sekarang sudah bekerja, kebetulan juga dia adalah kakak kost saya, trenyuh rasanya membaca itu. Benar yang dia katakan, seolah kami ini sedang berkendara dan tiba-tiba TrafficLight menyala merah, lalu kami berhenti, namun malah kami yang berusaha melaksanakan tata tertib malah ditabrak kendaraan lain dari belakang, diklakson begitu kencangnya. Kami hanya berusaha menaati peraturan, pak.
Pernah saya membuat artikel serupa di blog ini, yang intinya juga demikian, bahwa kami mahasiswa STAN tolonglah jangan dipandang miring. Almamater tak ada kaitannya dengan pribadi seseorang itu sendiri. Kasihan teman-teman mahasiswa STAN yang terus disindir baik itu tersirat maupun tersurat.
Ketika saya mengirimkan link blog kakak tingkat saya tersebut ke sebuah grup di Facebook, SRI MULYANI FOR PRESIDENT, postingan saya mendapat komentar miring juga, entah itu serius atau tidak, kira-kira begini:
“lah bibitnya jelas begitu ……, contoh nih, moratorium PNS sudah dicanangkan artinya penerimaan PNS dihentikan, terus mengapa lulusan STAN yg aktif di Bimbingan Belajar PURNAWARMAN bikin promosi utk masuk STAN, gak jujur kan ?”
Membaca itu saya menghela napas. Sebenarnya ada ketidaktahuan disini. Perlu diketahui, pengadaan Bimbingan Belajar (Bimbel) untuk USM STAN dengan tarif berapa pun, diselenggarakan oleh siapa pun, termasuk Try Out-nya, adalah lepas sama sekali atau tidak ada kaitannya dengan lembaga STAN itu sendiri. Hal seperti itu murni inisiatif beberapa mahasiswa dan orang-orang yang mungkin sengaja mencari keuntungan. Pun seharusnya berkaitan dengan Moratorium PNS untuk 3-4 tahun ini seharusnya dijelaskan secara gamblang pada peserta yang hendak mengikuti Bimbel terkait. Saya hanya prihatin (bukan ikut-ikut pak Presiden loh ya), tentang banyaknya mahasiswa maupun alumni yang latah mengadakan Bimbel tanpa menjelaskan tentang kejadian masa sekarang berkaitan tentang Moratorium PNS, mungkin tidak semuanya begitu, namun mungkin saja ada. Tentang Moratorium/penundaan tersebut, tidak berlaku bagi sekolah ikatan dinas (sekolah dibawah lingkup kementrian seperti STAN, STIS, AMG, dsb), sehingga lulusan dari sekolah tinggi tersebut akan tetap diangkat menjadi PNS pada tahun-tahun moratorium (CMIIW). Sekarang ini tahun 2011 STAN hanya menerima pendidikan Diploma 1 untuk yang baru lulus SMA/sederajat (umum), Diploma 3 untuk para pegawai yang dulu hanya sempat menempuh D1 di STAN (sudah jadi pegawai Kemenkeu), serta Diploma 4 untuk para pegawai yang dulu hanya sempat menempuh D3 di STAN. Kemungkinannya untuk tahun depan masih seperti itu, namun semuanya bisa saja berubah.
Sekali lagi, jangan sebut kami Gayus, itu menyakitkan. Memang dia lulusan STAN, namun tidak semua alumni dari sini akan seperti dia.