The Subejo

Mlaku Bareng-bareng

Tag: Hukum

Penegak Keadilan

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.

(Q.S. An-Nisa’: 135)

Sebuah Kekhawatiran akan Legalitas Perampokan Uang Negara

Sebagai seorang mahasiswa yang pernah mempelajari peraturan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah, yaitu Perpres No 54 Tahun 2010 yang telah diubah terakhir dengan Perpres No 70 Tahun 2012, saya baru tersadar dan tergelitik ketika mengobrol dengan salah satu PNS di lingkungan Pemda DKI Jakarta, salah satu Suku Dinas di bawah Dinas PU tentang jabatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).

Kebetulan di masa-masa akhir tahun seperti ini tagihan-tagihan atas kontrak sedang banyak-banyaknya. Iseng-iseng saya bertanya pada PNS tersebut yang kebetulan menjadi stakeholder saya ketika magang di lingkungan Pemda ini. Awalnya saya bertanya siapa PPK di sini? Dijawabnya PPKnya adalah Bapak Kasudin. Pikir saya, itu hal yang lumrah. Lantas, siapa PPSPM-nya di sini? Beliau menjawab pula bahwa Bapak Kasudin yang menjabat sebagai PPSPM, merangkap PPK di instansi tersebut. Saya terheran-heran.

Menurut pengakuan beliau, dulu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pernah mengadaan diklat tentang hal tersebut, bahwa PPK dan PPSPM boleh dirangkap sekaligus oleh KPA, c.q Kasudin. Hal ini yang nantinya akan saya cek lagi dalam Perpres No 54 maupun 70 tadi. Awalnya saya bersikukuh bahwa jabatan PPK dan PPSPM itu tidak boleh dirangkap sekaligus, tapi karena saya sedang tidak pegang peraturan apa pun waktu itu, maka saya menyerah.

Saya mencoba membuka lagi Perpres No 54 Tahun 2010 dan Perpres No 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah hanya untuk memastikan. Seseorang ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi persyaratan yang tertera pada pasal 12 ayat (2) huruf f yang berbunyi: “tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara.” Lantas di ayat (2a) yang merupakan tambahan akibat adanya Perpres No 70 Tahun 2012 terdapat klausul yang berbunyi: “Persyaratan tidak menjabat sebagai PPSPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, dikecualikan untuk PA/KPA yang bertindak sebagai PPK“. Saya ingin melihat penjelasan dari ayat (2a), namun ternyata tidak ada di Perpres No 70 Tahun 2012 tersebut.


Sebenarnya, apa itu PPSPM dan apa itu PPK? Mengapa perlu untuk membahas hal ini?

Saudara-saudaraku sekalian, diantara kalian yang membaca ini (kalau ada yang baca) pasti ada yang awam tentang ilmu Keuangan Negara, maka dari itu ada baiknya sedikit diterangkan mengenai PPSPM dan PPK.

Pejabat Pembuat Komitmen itu apa? Dijelaskan pula di PMK No 190/PMK.05/2012 tentang tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN pasal 13:

Dalam melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara, PPK memiliki tugas dan wewenang:

  • menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA;
  • menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
  • membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
  • melaksanakan kegiatan swakelola;
  • memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/ kontrak yang dilakukannya;
  • mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;
  • menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;
  • membuat dan menandatangani SPP; (Surat Permintaan Pembayaran)
  • melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA;
  • menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
  • menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
  • melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sejak UU Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara dikeluarkan, istilah Pejabat Penanda tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) pertama kali muncul dalam pengetahuan saya adalah pada PMK No 134/PMK.06/2005 tentang pedoman pembayaran dalam pelaksanaan APBN. Lantas baru kemarin muncul PMK No 190/PMK.05/2012 yang menegaskan di pasal 17:

Dalam melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan SPM, PPSPM memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

  • menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung;
  • menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;
  • membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan;
  • menerbitkan SPM;
  • menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih;
  • melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA; dan
  • melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran.

Sudah kelihatan? Kelihatan “celah”nya? Kelihatan masalah yang saya usung? Belum? Oh sudah? Ya sudah.

Memang betul, kewenanangan PPSPM dan PPK pada mulanya adalah kewenangan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA). PA/KPA lah yang bertanggung jawab atas perbuatan PPK dan PPSPM selain diri mereka sendiri. Namun demi terciptanya check and balance, dua kewenangan tersebut dipisah, tidak boleh dijabat oleh satu orang sekaligus. PPK bertugas membuat dan menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP), sedangkan PPSPM bertugas menguji SPP tersebut untuk kemudian diterbitkan SPM.

Akan jadi aneh dan tidak wajar tatkala ada orang yang menerbitkan SPP, mengajukan SPP kepada dirinya sendiri, lalu menguji SPP beserta dokumen-dokumen pembayaran itu untuk kemudian menerbitkan dan menandatangani SPM.

Semakin tinggi kekuasaan seseorang, semakin berpotensilah ia korup. Bukan berprasangka buruk, tapi ini adalah tindakan pencegahan terhadap sebuah legalitas dalam perampokan uang negara.

Ini semua adalah ilmu dunia, ilmu yang sempit. Lantas kenapa kita berkutat dan pada hal keduniaan ini? PPSPM dan PPK? Dunia itu adalah senda gurau belaka kan? Itu karena Tuhan Maha Tahu bahwa manusia butuh hiburan, maka dibuatlah mereka hidup di dunia ini, buat hiburan manusia sendiri. Tuhan Maha Asyik.

Kembali ke Perpres No 54 Tahun 2010 dan Perpres No 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, baik Pemda maupun Pemerintah Pusat mengacu pada peraturan ini. Namun khusus untuk Pemerintah Pusat, telah mengantisipasinya pada tahun 2013 ini soal pasal 12 ayat (2a) tersebut dengan suatu peraturan baru berupa PP No 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pasal 9, 11 dan 14, yang menyebutkan bahwa

  • dalam kondisi tertentu, jabatan PPK atau PPSPM dapat dirangkap oleh KPA, à (“atau” menegaskan bahwa harus dipilih salah satu, bukan kedua-duanya. Beda dengan “dan”.)
  • jabatan PPK tidak boleh dirangkap oleh PPSPM dan bendahara,
  • jabatan PPSPM tidak boleh dirangkap oleh PPK dan bendahara

Lalu di pasal 181 PP No 45 Tahun 2013 tersebut disebutkan bahwa:

Semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan yang berkenaan dengan pelaksanaan APBN, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini

Lantas, apa kabar Pemda? Menurut saya masih ada “celah” yaitu pasal 12 ayat (2a) di Perpres No 70 Tahun 2012 untuk Pemerintah Daerah. Sekali lagi, ini bukan prasangka buruk terhadap Pemda, hanya saja sebuah kekhawatiran atas legalitas dalam perampokan uang negara.

Yang sedang belajar dan terus belajar

Setyoko Andra Veda

Mufakat Kesusilaan RUU KUHP

Susila, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki 3 makna, yaitu

  1. a baik budi bahasanya; beradab; sopan:
  2. n adat istiadat yang baik; sopan santun; kesopanan; keadaban; kesusilaan:
  3. n pengetahuan tentang adab:

Kesusilaan adalah sebuah kata benda yang kurang lebih jika ditafsirkan menurut pandangan awam yaitu suatu hal yang berkaitan dengan susila atau kesopanan, adab, kesopansantunan.

Ndees, sulit sebenarnya jika menjelaskan soal kontroversi RKUHP ini. Aku, setelah membaca beberapa artikel berita hukum, bisa menarik kesimpulan bahwa ternyata itu ada tiga (3) masalah utama dalam penyusunan RKUHP yang tak kunjung selesai ini. Mereka adalah: Ideologi, Kesusilaan, dan Agama. Nah, aku itu di sini hanya mau mengeluarkan uneg-uneg yang hampir membludak di dalam kepalaku ini, bagaikan air kran yang mengucur terus ke ember yang oleh si empunya cucian lupa untuk dimatikan. Kecu sekali!

kolonialKonon kabarnya, ketiga persoalan krusial tersebut pun memicu perdebatan diantara para penyusun RKUHP. Seperti yang kita ketahui, KUHP sekarang ini yang dipakai Indonesia adalah KUHP buatan zaman kolonial Belanda lebih dari 100 tahun yang lalu. Gila apa?! Sudah 100 tahun lebih hukum pidana itu dibuat, dan masih saja diterapkan! Maka dari itu, Indonesia perlu berbenah dan perlu memutakhirkan hukum-hukum pidananya. Seperti halnya hukum tentang keuangan negara yang sudah memiliki dasar baru yang dibuat kurang lebih 10 tahun lalu, yaitu UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka hukum pidana pun sudah seharusnya dibuat yang benar-benar milik dan pas untuk bangsa kita sendiri.

Aku di sini hanya mau bahas soal yang Kesusilaan itu. Dalam RKUHP yang sedang digodok oleh para ahli hukum sekarang ini, pasal kesusilaan memuat porsi yang lumayan banyak dibandingkan dengan KUHP yang sekarang berlaku. Kalau ndak salah itu dalam RKUHP menjadi 30 pasal yang berkaitan dengan kesusilaan, di sisi lain, KUHP yang kita pakai sekarang hanya terdapat 19 pasal. Jadi, lebih banyak ngatur soal kesusilaan donk nih si RKUHP? Betul. Mengapa? Karena kebutuhan masyarakat dan tuntutan beberapa golongan.

Ndees, Indonesia ini adalah Negara Hukum, tercantum jelas di Konstitusi Indonesia, UUD 1945 pasal 1. Indonesia itu milik bangsa Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Luas banget ya? Pol!

Yang jadi masalah dalam 30 pasal dalam RKUHP yang membahas kesusilaan itu apa to?

Berhubungan BadanJadi begini, aku pun belum tahu dan belum baca satu per satu dari 30 pasal tersebut, tapi aku tahu inti masalahnya (sombong sekalian). KUHP yang dipakai Indonesia sekarang ini, dalam hal perzinaan, yang disebut perzinaan adalah jika terjadi hubungan kelamin, hubungan intim, coitus, antara laki-laki dengan perempuan yang salah satu atau keduanya sudah terikat dalam jalinan ikatan pernikahan sah (secara negara, ada bukti tertulis, dicatatkan ke catatan sipil, bukan hanya secara agama, misal Islam) dengan laki-laki atau perempuan lain. Mudeng? Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa, pasangan laki-laki dengan perempuan yang sama-sama lajang dan kedua-duanya tak sedang terikat dalam ikatan pernikahan yang sah, yang mana mereka melakukan hubungan kelamin, hubungan badan, atas dasar suka sama suka, maka mereka tidak dapat dikenakan pasal perzinaan. Klasik. Hampir semua orang terdidik tahu ini, kecuali yang tidak. Kalau anak kuliahan atau pernah kuliah biasanya sudah banyak yang tahu lah tentang pasal ini, kecuali yang tidak juga. Heuheu. Hal tersebut berbeda dengan hukum Islam. Zina dalam hukum Islam, tak terbatas pada hal yang disebutkan di atas. Zina dalam Islam itu kurang lebih adalah hubungan badan antara 2 manusia yang tidak dalam ikatan pernikahan. Lebih luas.

Dengan hadirnya 30 pasal dalam RKUHP sekarang ini, beredar isu (yang sebenarnya juga sudah lama) bahwa terjadi Islamisasi KUHP. Padahal, KUHP ini nantinya bakal diterapkan di Indonesia yang penduduknya tak hanya beragama Islam saja. Memang benar bahwa Islam adalah agama yang dianut mayoritas penduduk negeri ini, tapi bagaimana dengan sebagian lain yang tidak menganutnya?

Mengenai hal tersebut, pada tahun 2003 lalu, Prof. Yusril Ihza Mahendra selaku MenKeh, memiliki argumen tersendiri. Bahwa penyusunan RKUHP sekarang ini mengadopsi berbagai hukum, tak hanya hukum Islam sebagai hukum agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia, tapi juga hukum adat, hukum Belanda, dan konvensi Internasional. Contohnya, ndees, dalam Islam itu tak ada mengenal yang namanya hukuman penjara, maka di dalam KUHP itu hukumannya adalah penjara yang diambil dari hukum Belanda. Perlu diketahui, ndees, bahwa penyusunan draf RKUHP ini sudah dimulai sejak tahun 1992 lalu, dan sejak itu pula polemik mengenai kesusilaan dalam RKUHP timbul, jadi bukanlah agenda dari MenKeh pada 2003, itu alasan beliau. Beberapa dari kamu mesti belum lahir kan di tahun itu? Heuheu.

Perzinaan dan Kumpul Kebo

“Dalam RUU KUHP ancaman hukuman maksimal untuk perbuatan zina adalah lima tahun (Pasal 484). Sementara, kumpul kebo hanya diancam pidana maksimal dua tahun (Pasal 486).”

Hal tersebut diungkapkan oleh Dosen Fakultas Hukum UI, Prof Nasrullah. Gimana menurut kalian, ndees?

Menurutku pun, hal tersebut rancu dan terkesan tak adil jika kita melihat dari kacamata hukum pidana Indonesia, hukum negara. Kumpul kebo itu apa to? Itu merupakan istilah untuk menyebut sepasang pria dan wanita yang memutuskan untuk hidup bersama tanpa melalui ikatan pernikahan yang sah (tak ada di catatan sipil). Omah-omah ning ra nikah. Membina rumah tangga tapi tak menikah.

Kumpul KeboSekarang gini, jika ada laki-laki dan perempuan yang menikah secara agama, misalnya secara Islam dengan nikah siri (diam-diam), tidak dicatatkan dalam catatan sipil, apakah mereka Kumpul Kebo? Jawabanya: tergantung. Jika dilihat dari kacamata hukum Islam, tidak. Namun jika dilihat dari hukum negara, Iya. Mengapa? Karena hukum negara itu butuh bukti, bukti tertulis yang sah dan nyata. Sedangkan secara Islam, menikah itu syaratnya kan ada kedua calon mempelai, laki-laki dan perempuan yang hendak menikah, wali dari pihak perempuan, dan dua orang saksi. Cukup 5 orang saja yang hadir, sah lah pernikahan itu.

Aku setuju dengan pandangan Prof Tengku Nasrullah ini, bahwa, ada ketidakseimbangan dalam penerapkan pemidanaan antara perzinaan dengan perbuatan tinggal serumah tanpa ada ikatan perkawinan alias kumpul kebo. Padahal, apabila berbicara tentang kesusilaan, maka dengan adanya perbuatan tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan, perbuatan zina termasuk didalamnya. Seharusnya, kumpul kebo ancaman hukumannya paling tidak sama dengan perbuatan zina. Kan iya? Mudeng gak, ndees? Kalau gak mudeng mending ngaso dulu sana. Ndhodhok.

Pelapor dan Pihak yang Dirugikan

Selain soal pemidanaan, hal menggelitik lain dan masih mengganjal di dalam dada (halah) dalam bab kesusilaan ini adalah, keterkaitan atau keterlibatan pihak ketiga sebagai pelapor. Tindak pidana yang berhubungan dengan perzinaan dan kumpul kebo baru bisa dipidana setelah ada pengaduan dari pihak ketiga.

Masalahnya, apakah pihak ketiga yang melapor itu bisa siapa saja yang melihat atau merasa dirugikan, dan bukan hanya suami, istri ataupun keluarga semata? Apa kerugian dari pelapor jika si pelapor tersebut bukan orang yang dikenal. Bagaimana pembuktiannya?

Jika perzinaan (dalam artian baru di RKUHP) dilakukan oleh sepasang pria dan wanita yang salah satu atau keduanya sedang dalam ikatan pernikahan dengan orang lain, sudah jelas bahwa si pelapor itu bisa istri atau suami sah dari pelaku. Dialah yang dirugikan.

Jika perzinaan dilakukan oleh sepasang muda-mudi yang kedua-duanya tak dalam ikatan perkawinan, masih lajang, pihak keluarga yang merasa dirugikan bisa melaporkan tindakan perzinaan tersebut.

Nah, apakah jika terjadi hubungan badan antara seseorang yang belum menikah dengan pekerja seks, bisa dilaporkan sebagai tindakan pidana perzinaan dalam RKUHP yang baru? Siapa yang merasa dirugikan?

Ingat Perbuatan Melanggar Hukum/PMH? Salah satu unsurnya kalau tak salah itu: ada pihak yang dirugikan. Tidak jelas pula apakah pihak ketiga terbatas pada tempat kejadian dilakukan suatu perzinaan atau diluar tempat kejadian bisa juga menjadi pelapor. Kan iya? Inilah yang kemudian membuat kerancuan dengan tidak ditetapkan siapa yang bisa disebut sebagai pihak ketiga. Padahal, di tempat umum semisal hotel, perbuatan seperti ini mungkin dilakukan.

Ndees, dalam penyusunan RKUHP ini yang diperlukan adalah mufakat, kesepakatan, kebersetujuan, atas apa materi dan isi aturan dalam RKUHP ini. Pihak-pihak atau golongan tertentu boleh memberikan masukan mengenai hukum yang akan diatur di dalamnya, tapi perlu digarisbawahi bahwa, tidaklah boleh memaksakan kehendak golongan untuk diterapkan dalam KUHP. Adapun pasti pada akhirnya, ada pihak yang tidak puas dengan keputusan yang diambil, dan dalam setiap kebijakan, pastilah tidak bisa memuaskan seluruh pihak. Oleh karena itu, musyawarah untuk mufakat adalah keharusan yang pasti. Pengertian yang jelas, tidak multi tafsir, well-defined, adalah syarat mutlak dalam pembuatan peraturan. Bukan pekerjaan yang mudah, mengingat sudah lebih dari 20 tahun penggodokan RKUHP dilakukan, dan sekarang pun masih saja belum rampung.

 

Dalam kekecuan dan ke-ambyaar-an yang nyata

Setyoko Andra Veda

Pemblokiran Anggaran oleh DPR

Salah satu fokus pemberitaan media akhir-akhir ini adalah mengenai isu pemblokiran (tanda bintang) yang dilakukan terhadap alokasi anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal belanja modal, yaitu pembangunan gedung KPK. Sebenarnya apa itu pemblokiran?

Sepengetahuan saya, pengertian Pemblokiran dalam hal ini adalah pencantuman tanda bintang (*) pada seluruh atau sebagian alokasi anggaran dalam RKA-K/L (Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga) Penetapan (Apropriasi Anggaran) sebagai akibat pada saat penelaahan belum memenuhi salah satu atau lebih persyaratan alokasi anggaran.(PMK 93/PMK.02/2011)

Hal tersebut termaktub dalam mata kuliah Perencanaan Anggaran pada semester 3 lalu di jurusan Kebendaharaan Negara, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Dasar hukum dari pemblokiran tersebut adalah suatu Peraturan Menteri Keuangan mengenai Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga. Dalam hal ini yang terbaru untuk dijadikan dasar hukum kita dalam melihat masalah ini adalah PMK No 93/PMK.02/2011 tentang hal yang sama.

Adapun alasan daripada dilakukan pemblokiran adalah bermacam-macam. Berikut akan saya sebutkan mengenai alasan pemblokiran sesuai dasar hukumnya.

Pertama, dilakukan pemblokiran jika Kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) maupun Pinjaman Dalam Negeri (PDN) yang belum diterbitkan Naskah Perjanjian Pinjaman Hibah Luar Negeri (NPPHLN) atau Naskah Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri (NPPDN)-nya.

Kedua, dilakukan pemblokiran jika Kegiatan belum dilengkapi data pendukung, antara lain adalah TOR (term of reference, atau biasa juga disebut Kerangka Acuan Kerja/KAK, atau proposal), Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM), Hasil kesepakatan dengan DPR, Gender Budget System apabila berkenaan dengan Anggaran Responsif Gender/ARG, Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum/RBA-BLU apabila berkenaan dengan satker BLU, dan database pegawai hasil validasi.

Ketiga, dalam hal satuan kerja/satker belum dapat memenuhi data pegawai.

Keempat adalah kegiatan yang menampung alokasi anggaran untuk keperluan operasional satker baru yang belum mendapat persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi/MenPANRB, untuk sementara diblokir dan pencairannya dapat dilakukan setelah data pendukung dilengkapi atau setelah ada surat persetujuan dari MenPANRB.

Kelima adalah belum adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat/DPR terhadap rincian penggunaan dana yang dituangkan dalam RKA-K/L

Keenam adalah alokasi anggaran dalam rangka Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang belum didistribusikan ke Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD)

Ketujuh adalah sisa dana yang belum ditetapkan penggunaannya yang ebrasal dari hasil penelaahan berdasarkan pagu APBN

Kedelapan adalah alokasi anggaran yang belum ada dasar hukumnya pada saat penyusunan RKA-K/L/

Kesembilan adalah jika terdapat ketidaksesuaian indikator kinerja kegiatan dengan output yang dihasilkan.

Berdasarkan yang telah disebutkan di atas, terkait dengan kasus pemblokiran anggaran KPK adalah mengenai ketentuan kelima, yaitu belum mendapatkan persetujuan DPR terhadap rincian penggunaan dana yang telah dituangkan dalam RKA-K/L. Jadi, dapat disimpulkan bahwa memanglah betul DPR memiliki kewenangan menyetujui atau tidak menyetujui suatu alokasi anggaran terhadap suatu satuan kerja/satker. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, proyek pembangunan gedung baru KPK adalah suatu proyek tahun jamak. Anggaran yang diblokir itu menurut Menteri Keuangan adalah sekitar 60miliar-80miliar untuk tahun 2012 (sumber). Hal ini berarti bahwa persyaratan KPK dalam memperoleh anggaran pembangunan gedung barunya telah lengkap, hanya tinggal mendapat persetujuan DPR.

Sesungguhnya, setiap satuan kerja di lingkup pemerintahan ini dalam mencairkan anggarannya memang harus mendapatkan persetujuan dari DPR selaku wakil rakyat, karena filosofinya, APBN adalah uang rakyat, maka pemerintah dalam menggunakan APBN itu pun harus melalui persetujuan rakyat melalui wakilnya c.q DPR RI. Namun, apakah benar bahwa kebanyakan orang di parlemen kita sekarang ini adalah merupakan wakil rakyat Indonesia yang sesuangguhnya, yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat Indonesia? Mungkin hal tersebut dapat dijawab oleh pembaca sendiri.

Kronologi Kasus Hambalang (hingga 16 Juni 2012)

Kasus Hambalang yang belakangan ini banyak diperbincangkan, adalah kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak pihak terlibat, diantaranya para elite Partai Demokrat, Anas Urbaningrum; Istri dari Anas Urbaningrum qq komisaris PT Dutasari Citralaras; Menteri Pemuda dan Olah Raga RI, Andi Malarangeng; Mahfud Suroso, Direktur PT Dutasari Citralaras; dan lain sebagainya.

Diketahui, tender proyek ini dipegang oleh kontraktur dimana mereka merupakan BUMN, yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang diduga men-subtenderkan sebagian proyek kepada PT Dutasari Citralaras senilai 300M.

KPK menyatakan, dalam penyelidikan Hambalang ada dua hal yang menjadi konsentrasi pihaknya. Yakni, terkait dengan pengadaan pembangunan dan terkait dengan kepengurusan sertifikat tanah Hambalang.

Berikut ini penulis menyajikan rangkaian berita sesuai kronologinya, untuk memahami kasus Hambalang ini.

Selasa, 1 Mei 2012.

Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) telah menyatakan bahwa penyelidikan proyek pembangunan sarana olahraga di Hambalang, Bogor mengalami peningkatan. Hal tersebut diutarakan oleh pimpinan KPK sendiri, Abraham Samad pada Selasa, 1 Mei 2012 malam.

Menurutnya, peningkatan tersebut terlihat dari banyaknya informasi mengenai kasus itu yang masuk ke KPK yang datang dari sejumlah orang yang pernah dimintai keterangan oleh lembaga anti korupsi tersebut mengenai proses sertifikasi tanah Hambalang

Selain itu, Abraham Samad juga membenarkan pernyataan koleganya, Bambang Widjojanto, bahwa KPK yakin Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum terlibat dalam proyek Hambalang. Keyakinan ini muncul lantaran adanya pengakuan dari Anggota Komisi II asal Fraksi Partai Demokrat, Ignatius Mulyono.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya hingga kini masih mengumpulkan alat bukti atas indikasi tindak pidana dalam proyek yang dikerjakan oleh PT Adhi Karya Tbk dan PT Wijaya Karya Tbk tersebut. Menurut dia, karena alat buktinya belum cukup, maka proyek yang dijalankan dua emiten BUMN sektor konstruksi dengan kode perdagangan masing-masing ADHI dan WIKA itu masih dalam tahap penyelidikan.

Johan mengatakan, ada dua persitiwa yang tengah diselidiki pihaknya. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang. Kedua, pelaksanaan pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multi years.

Kasus Hambalang ini pertama kali diungkapkan oleh terdakwa suap proyek pembangunan wisma atlet, M Nazaruddin. Menurut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu, Anas turut terlibat dalam proyek dengan melakukan serangkaian pertemuan yang dihadiri Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto terkait sertifikasi tanah Hambalang. Bukan hanya itu, Nazaruddin juga menuding bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng turut terlibat dalam proyek ini.

Kamis, 3 Mei 2012

Pekan depan, KPK mengagendakan gelar perkara (ekspose) penyelidikan kasus pembangunan sarana olahraga di Hambalang, Bogor. dalam forum itu, penyelidik atau penyidik KPK yang menangani kasus mempresentasikan perkembangan penanganan perkara kepada pimpinan KPK. Tujuan ekspose agar dapat diketahui perkembangan kasus yang tengah diselidiki lembaga antikorupsi tersebut.

Selasa 22 Mei 2012

KPK menjadwalkan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng untuk memberikan keterangan terkait penyelidikan dugaan korupsi pembangunan sport center di Hambalang, Kabupaten Bogor, pada Kamis (24/5)

Terkait proyek senilai Rp1,1 triliun ini, Andi pernah memberikan keterangannya saat bersaksi untuk terdakwa M Nazaruddin dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet. Menurutnya, proyek Hambalang tak kunjung selesai sejak tahun 2003 lantaran terkendala masalah sertifikat tanah seluas 5.000 hektar yang belum ada.

Namun, Andi membantah melibatkan Nazaruddin terkait pembuatan sertifikat tanah tersebut. Terkait hal ini, terdakwa sendiri menuding ada uang dari proyek Hambalang yang mengalir ke Andi Mallarangeng.

Direktur PT Dutasari Citralaras, Mahfud Suroso dilarang berpergian keluar negerioleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kamis, 24 Mei 2012

Menpora, Andi Mallarangeng memenuhi panggilan KPK dan dimintai keterangan oleh penyidik KPK selama sekira 10 jam.

Usai diperiksa, Andi membantah tudingan mantan Komisi III DPR Muhammad Nazaruddin, bahwa dirinya menerima uang sebesar Rp20 miliar terkait proyek yang menelan uang negara Rp1,5 triliun tersebut.

Sebelumnya, usai diperiksa KPK terkait proyek Hambalang, Nazaruddin menuding Andi turut menerima jatah sebesar Rp20 miliar. Menurutnya, uang tersebut diterima Andi melalui adiknya yang bernama Choel Mallarangeng. Nazaruddin mengatakan, uang tersebut diberikan oleh Adhi Karya selaku pelaksana pembangunan yang bekerjasama dengan Wijaya Karya. Terkait proyek disubkontrakkan ke PT Dutasari Citralaras, Nazaruddin mengaku tak tahu menahu. Ia hanya bisa menjelaskan bahwa Mahfud Soeroso selaku pemilik PT Dutasari pernah menerima uang Rp100 miliar yang Rp20 miliar di antaranya diperintahkan PT Adhi Karya untuk diberikan ke Andi melalui Choel.

Sejumlah petinggi Partai Demokrat lainnya dituding Nazaruddin turut menikmati uang tersebut. Seperti Anas Urbaningrum Rp2 miliar, Mirwan Amir Rp1,5 miliar, Jafar Hafsah Rp1 miliar serta pimpinan Banggar, Melchias Markus Mekeng Rp1,5 miliar, Tamsil Linrung Rp1 miliar dan Olly Dondokambey Rp1 miliar. Angie sendiri memperoleh Rp1 miliar.

Jumat, 25 Mei 2012

KPK mendalami penyebaranuang pada Kongres Partai Demokrat.

Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Minahasa Tenggara, Diana Maringka dimintai keterangannya oleh KPK terkait penyelidikan dugaan korupsi pembangunan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang, Jawa Barat. Usai diperiksa, Diana mengaku hanya ditanya seputar pembagian uang dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 silam.

Terkait proyek Hambalang, Diana mengaku tak tahu apa-apa.

Dalam kongres itu, lanjut Diana, dirinya diberikan uang oleh tim sukses Anas Urbaningrum sebesar AS$7000 dan Rp30 juta. Selain dirinya, sejumlah DPC yang lain juga diberikan uang.

Sebelumnya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin berkali-kali menyebut bahwa ada penggelontoran uang dalam kongres Partai Demokrat yang dilaksanakan 2010. Menurut Nazar, uang yang digelontor berjumlah Rp30 miliar dan AS$5 juta tersebut berasal dari Permai Grup, perusahaan miliknya.

Senin, 28 Mei 2012

Tim dari KPK bertandang ke Hambalang sekira dua pekan silam. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, kedatangan tim lembaganya tersebut untuk mencari tahu sejauh mana perkembangan pengadaan proyek senilai Rp1,2 triliun itu. Menurut Johan, Kedatangan tim ingin tahu progres pengadaan.

Tim KPK yang mendatangi proyek Hambalang belum bisa melakukan mengaudit alasan kenapa bisa runtuh tanahnya. karena proyek Hambalang masih dalam tahap penyelidikan di lembaganya. Hasil audit alasan tanah di Hambalang bisa amblas dapat dijadikan lembaganya sebagai salah satu bahan penyelidikan. Khususnya dalam pengadaan proyeknya.

Selasa, 29 Mei 2012

Kementrian Pekerjaan Umum (PU) menyatakan bahwa PU tak dilibatkan dalam proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu Hambalang sejak perencanaan, hanya ketika pembangunannya dimulai. Hal tersebut diutarakan oleh Dirjen Cipta Karya, Budi Yuwono. Penegasan tersebut disampaikan terkait dengan amblesnya tanah di proyek itu di tiga titik pada 14-15 Desember 2011 lalu.

Selain itu, Budi menegaskan, apa pun yang terjadi dengan proyek itu, kontraktor utama yakni PT Wijaya Karya Tbk dan PT Adhi Karya Tbk, harus bertanggung jawab.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian PU, Waskito Pandu menegaskan, sebenarnya tidak ada aturan yang mewajibkan proyek strategis di Indonesia harus melibatkan PU sejak awal. “Hanya saja, kebiasaan selama ini untuk proyek APBN strategis, PU yang dianggap punya banyak ahli teknis, sering dimintai rekomendasi dan untuk proyek Hambalang, memang tidak dilibatkan,” katanya.

Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Yuli Mumpuni sebelumnya mengatakan, tiga titik amblesnya tanah di proyek Hambalang adalah fondasi bangunan lapangan badminton, bangunan gardu listrik, dan jalan nomor 13.

Proyek Hambalang, ketika Menporanya Adhyaksa, nilainya sebesar Rp125 miliar untuk sekolah olahraga dan saat Andi Mallarangeng menjabat, proyek Hambalang berubah menjadi proyek olahraga terpadu Hambalang, (sport center) dengan anggaran sebesar Rp1,2 triliun.

Rabu, 30 Mei 2012

Salah satu LSM yang fokus pada bidang anggaran, Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (FITRA), menilai bahwa jika pembangunan Hambalang diteruskan, negara ditaksir akan merugi hingga Rp753 miliar. Potensi rugi hingga Rp753 miliar ini, kata Uchok (Koordinator Advokasi dan Investigasi Sekretariat Nasional FITRA), merupakan uang negara yang sudah dikeluarkan sejauh ini untuk membangun Hambalang. Menurutnya, miliaran rupiah uang tersebut dapat terbuang percuma apabila tanahnya ambles sehingga bangunan yang sudah dibuat tak bisa digunakan.

Menurut Uchok, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2009, pembangunan seharusnya dilakukan di wilayah Sentul, bukan di Hambalang. Dia mengutarakan bahwa tanah Hambalang labil dan tak akan terpakai lagi jika sudah ambles.

Uchok menjelaskan, angka Rp753 miliar itu terbagi atas dua tahun anggaran. Yakni pada tahun 2010 sebesar Rp253 miiliar untuk pembangunan lanjutan fisik pusat pendidikan, pelatihan dan sekolah olahraga nasional dan sebesar Rp500 miliar pada 2011 untuk pengadaan sarana olahraga pendidikan, pelatihan dan sekolah olahraga nasional Hambalang.

Sedangkan pelaksana proyek, c.q. PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, mengklaim kerugian yang diakibatkan peristiwa amblesnya bangunan tersebut mencapai Rp14 miliar.

Senin, 4 Juni 2012

Teka-teki adanya pembengkakan anggaran proyek Hambalang dari Rp 125 miliar menjadi Rp 1,175 triliun mulai terkuak. Meski sejumlah anggota Komisi Olahraga Dewan Perwakilan Rakyat berkukuh mengatakan tidak tahu, Kementerian Pemuda dan Olahraga ternyata telah memberitahukan kebutuhan total proyek itu sejak Januari 2010.

Dokumen yang diperoleh Tempo menyebutkan Kementerian pernah mengirim surat ke Komisi Olahraga DPR pada 22 Januari 2010. Isinya pemberitahuan alokasi anggaran proyek di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor, dengan dana Rp 2,57 triliun. Surat itu ditujukan kepada Wakil Ketua Komisi, Rully Chairul Azwar, dan diteken Wafid Muharam, Sekretaris Kementerian.

Deputi Harmonisasi dan Kemitraan Kementerian Pemuda dan Olahraga Lalu Wildan membenarkan adanya surat tersebut.

Surat itu mengindikasikan bahwa proyek tersebut adalah proyek tahun jamak (multiyears project, dananya tidak sekaligus, namun diturunkan beberapa tahap dalam beberapa tahun anggaran).

Namun, anggota Komisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Irsal Yunus, mengatakan bahwa anggota Komisi Olahraga tidak pernah dilibatkan jika itu proyek tahun jamak.

Ketua Komisi Olahraga DPR Mahyuddin mengakui proyek Hambalang beberapa kali dibahas Komisi DPR. Setelah mendapat Rp 125 miliar, pada 2010, Kementerian kembali mengajukan anggaran Rp 625 miliar. “Dana yang disetujui hanya Rp 150 miliar, sehingga total dana Hambalang pada 2010 Rp 275 miliar,” kata politikus Partai Demokrat ini.

Tahun berikutnya mengalir Rp 475 miliar. Pada 2012, turun lagi Rp 425 miliar. Itu baru bujet konstruksi. Ditambah duit untuk membeli peralatan, bujet total proyek mencapai Rp 2,57 triliun.

Selasa, 5 Juni 2012

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjawab tentang teka teki nilai anggaran proyek pembangunan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang, dia mengatakan anggaran proyek tersebut mencapai angka Rp 2,5 Triliun.

Menurutnya -senin(4/6)-, angka ini terbagi dalam dua bidang. Pertama, untuk anggaran konstruksi bangunan di atas tanah seluas 32 hektar itu mencapai angka Rp1,1 triliun. Dan untuk bidang kedua terkait pengadaan barang dan jasa sarana dan prasarana olahraga yang mencapai angka Rp1,4 triliun.

Terkait konstruksi, lanjut Bambang, diduga pembangunannya melibatkan korporasi lain. Sedangkan untuk pengadaan barangnya, sebagian sarana dan prasarana olahraga sudah jadi, tapi masih ada pengadaan yang belum selesai. Sama halnya dengan konstruksi, untuk pengadaan ini juga melibatkan korporasi lain. Sayangnya, ia tak merinci korporasi apa saja yang terlibat di dua bidang tersebut.

Rabu, 6 Juni 2012

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., mengatakan lembaganya terus berupaya membongkar kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pusat olahraga di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Di antaranya mengusut aliran dana terkait proyek.

KPK telah memeriksa sekitar 60 orang untuk penyelidikan kasus Hambalang. Termasuk yang diperiksa adalah pemilik dan manajemen PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontraktor proyek tersebut. Sebelumnya, KPK telah memanggil para komisaris perusahaan itu, antara lain Machfud Suroso, Munadi Herlambang, dan Atthiyah Laila (istri Anas Urbaningrum).

KPK tengah mendalami pembengkakan anggaran Hambalang yang semula Rp 125 miliar menjadi Rp 1,175 triliun, plus alokasi anggaran pengadaan alat olahraga senilai Rp 1,4 triliun, sehingga total proyek menjadi Rp 2,57 triliun.

Tender proyek Hambalang dimenangi PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya dengan sistem kerja sama operasi. Mereka lantas menunjuk 17 perusahaan lain sebagai subkontraktor proyek, salah satunya Dutasari yang kebagian pekerjaan bidang mekanikal, elektrikal, dan plumbing. Namun sumber Tempo mengungkapkan, Dutasari tak sepenuhnya menggarap pekerjaan tersebut. Dutasari, kata dia, hanya memasang rangkaian pipa baja untuk rangkaian elektrik.

Penelusuran Tempo di Hambalang juga menemukan Dutasari ternyata menggarap rekrutmen personel satuan keamanan proyek. Pekerjaan Dutasari pun ada yang disubkontrakkan lagi ke perusahaan lain, antara lain PT Kurnia Mutu yang menyuplai pipa tembaga untuk penyejuk udara dan PT Bestindo Aquatek Sejahtera yang menyediakan sistem pengolahan limbah domestik.

Jumat, 8 Juni 2012

Rencana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hambalang di DPR diyakini tak akan mempengaruhi proses penyelidikan yang tengah dilakukan KPK. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, pembentukan pansus yang merupakan kewenangan anggota dewan tersebut masuk ke ranah politik, bukan penegakan hukum seperti yang dilakukan KPK.

Ditegaskan Johan, KPK tetap akan bekerja secara profesional dalam penyelidikan kasus Hambalang. Hingga kini, KPK masih fokus berupaya menemukan dua alat bukti yang cukup terkait penyelidikan pembangunan sport center di Jawa Barat itu. Salah satunya dengan mencari informasi dan data terkait proyek tersebut. Jika sudah ditemukan dua alat bukti yang cukup, KPK bisa menaikkan status kasus ke penyidikan.

KPK, lanjut Johan, siap mendukung kerja pansus, apabila sudah terbentuk. Namun, dukungan itu tetap ada batasnya. Misalnya, terkait permintaan data. KPK, kata Johan, tentunya tidak dapat memberikan bahan informasi atau data yang menyangkut keterangan seseorang yang ada di berkas acara.

Sabtu, 16 Juni 2012

Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, meyakini Neneng Sri Wahyuni (Istri Nazarudin) mengetahui dan mempunyai data aliran duit proyek Hambalang ke sejumlah orang penting.

Menurut Oce, Komisi Pemberantasan Korupsi bisa menjadikan Neneng sebagai saksi utama untuk mengungkap kasus proyek senilai Rp 1,2 triliun tersebut. Jika Neneng mau terbuka, katanya, kasus yang disebut-sebut melibatkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum itu bisa segera terungkap.

*(penulis mengambil dari beberapa sumber, antara lain hukumonline.com dan tempo.co, baik secara ‘mentah’ maupun yang telah diolah sendiri oleh penulis.)