Kuliah di STAN (?)

by membualsampailemas


Beberapa waktu lalu, Indonesia dikejutkan dengan penemuan sejumlah kasus penyelewengan pajak di DJP, nama Gayus Tambunan pun jadi terkenal.
Lalu tak ayal, nama STAN pun ikut dikait-kaitkan. Seolah orang awam menghakimi bahwa lulusan STAN itu identik dengan sosok Gayus itu. Tak heran, jika banyak sekolah-sekolah tenama di kota-kota menyarankan agar siswanya tak lagi terlalu ingin ke STAN, nanti kamu dosa, itu udah konspirasi di sana. Sebenarnya saya pribadi sakit hati dengan pernyataan teman-teman maupun orang lain yang mengkait-kaitkan si Gayus ini dengan mahasiswa STAN.

Jika di tanya “kuliah dimana?”, rasanya ragu untuk menjawab “di STAN”, takut dikira identik dengan gayus, takut diolok secara tersirat, takut dicibir, dan sebagainya.Suatu hari ada teman saya seangkatan, tapi bukan dari SMA yang sama, bertanya:

“pie kabar e?”, (gimana kabarnya?)

saya jawab “apik alhamdulillah. kw py?” (baik, alhamdulillah. Kamu gimana?)

X: “apik. weijan, anak stan ya?” (baik. wah, anak stan ya skg?)

A: “iy ki, alhamdulillah. hehe” (iya nih, alhamdulillah. hehe)

X: “awas nek serumpun karo gayus” (awas kalau serumpun sama gayus)

dari pernyataan itu sebenarnya bermakna ganda, bisa jadi untuk mewanti-wanti, bisa jadi untuk mencibir.

Ketika saya diberi pernyataan seperti itu, apa yang harus dijawab, sebenarnya saya bingung. Serumpun nyatanya memang kita serumpun sama gayus, rumpun melayu, kan? Soal sekolah di STAN pun iya sama-sama sealmamater.lalu sy jawab:

A: “yo pncen serumpun, melayu. haha” (iya memang serumpun, melayu. haha)

X: “haha, wah bakat dadi the next gayus ki” (wah bakat jadi ‘the next’ gayus nih)

Mak “dheg!”, “JLEB!”. Rasanya menohok sekali. Malu, dan ragu untuk melanjutkan pembicaraan. Tapi segera saya tepis, mungkin ini maksudnya cuma buat guyon.
Sejak dulu STAN dikenal sebagai sekolah yang mendidik calon pegawai yang akan bekerja di lingkup departemen keuangan. Perlu diketahui, bahwa Depertemen Keuangan tidak melulu mengurusi pajak saja, tapi juga tentang aset negara, anggaran, fiskal dan sebagainya yang berhubungan dengan uang.

Perlu diketahui, STAN itu didirikan karena DepKeu itu butuh PELAKSANA, tau kan apa artinya? jadi tak ada lulusan STAN yang langsung jadi pegawai tinggi, lulus dari STAN itu ya D3, diangkat jadi PNS golongan 2C. “ah,tapi kan gajinya itu lhoo”. Iya memang, di departemen kami sudah ada renumerasi. Tapi itu bukan korupsi. Ingat itu.

Masyarakat terlanjur mempersepsikan STAN dengan persepsi masing-masing. ada yang ingin anaknya kuliah di Stan, karena berharap anaknya dapat segera mapan dan mendapat pekerjaan. Meringankan beban orang tua lah. Kebanyakan itulah motiv daripada anak-anak yang berkuliah di sini.

Pernah kemarin dosen HAN saya berkata: “Anak STAN mana sih yang jika ditanyai alasan mengapa masuk STAN itu menjawab bukan karena ingin membahagiakan orang tua atau mereingankan beban orang tua?”. Ya benar sekali beliau ini.

Kebanyakan anak STAN jika ditanyai alasan masuk STAN adalah yang pertama ‘meringankan beban orang tua’. Kuliah di sini dibiayai negara, negara mendapat dana dari rakyat salah satunya dengan pajak. Pajak itu berkontribusi 70% lebih untuk APBN.

Saya bukan ingin memaksa kalian untuk memahami tentang apa itu STAN dan mahasiswanya, hanya saja ingin mengabarkan, ini lho sebenarnya. Khususnya yang sensitif itu kalau soal Pajak. Gayus itu bukan mengkorupsi pajaknya, pajak itu ketika dibayarkan masuknya langsung ke Bank, gak ke DJP, bayarnya pun kita ke Bank, atau ke KPP yang pasti ada pegawai Bank nya yang melayani pembayaran pajak. Trus korupsinya apa? Yang ‘nakal’ itu jika sengaja meloloskan SPT yang salah agar pajak terhutang Wajib Pajak lebih sedikit dari yang seharusnya, lalu petugas pengoreksi itu di suap oleh Wajib Pajak yang mengemplang tersebut demi meloloskan SPT yang salah itu (CMIIW).

Bayangkan saja, kalau suapnya aja bisa sampai Miliaran begitu si Gayus, berarti pajak yang dikemplang itu berapa?? pasti lebih besar!

Mungkin beberapa diantara kalian juga belum tahu, bahwa ketika lulus kelak, mahasiswa STAN itu akan ditempatkan di mana saja di seluruh Indonesia. Bayangkan saja mereka yang rela berkorban jauh-jauh ditempatkan di kabupaten terpencil di pulau yang hanya bisa ditempuh dengan kapal boat atau jalan kaki untuk sampai kantor, dan sebagainya. Jangan salah, mereka itu rela berkorban demi negara.

Dosen saya HAN juga beranekdot, tanpa mengurangi rasa hormat kepada almamater UI dan ITB, begini: “Kalian pikir, berapa sih lulusan ITB, apalagi yang terbaik atau lulusan UI yang terbaik yang langsung bekerja dan mengabdi untuk Indonesia?? ada yang tau? Kalian harus bangga jadi anak STAN, 99.9% lulusannya pasti bekerja dan mengabdi untuk negara.”

Sekali lagi tanpa mengurangi rasa hormat pada universitas yang bersangkutan.

Sekian, jadi siap kan lah mental kalian, siaplah tentang penempatan, siaplah tentang hujatan, siaplah akan godaan bagi yang ingin kuliah di STAN dan menjadi PNS selama sisa hidupnya. (lebay:red)